Monday, August 25, 2008

|11:31pm|

Sampai seberapa jauh seseorang bisa membuka dirinya untuk orang lain?
Apakah yang dimaksud dengan berbagi kehidupan dengan orang lain itu sama artinya dengan tidak dapat lagi memiliki privacy?
apakah privacy itu sesusungguhnya?ruangan kosong yang memisahkan kita dari manusia lain?dimana didalamnya kita dapat dengan bebas terkoneksi dengan diri kita sendiri?melihat kedalam inti dari diri kita sendiri?
Ketika kita telanjang, apakah kita benar-benar telanjang?perlukah lebih dari sekedar menelanjangi tubuh kepada orang yang akan berbagi hidup dengan kita itu?jika demikian apa yang tersisa?
haruskah semua pikiran dan perasaan dibagi?apakah tidak berhak lagi menyimpannya di dalam rongga dada atau menumpuknya di ruang memori?
Dan apa yang terjadi bila seluruh diri dibuka begitu saja tanpa ada ruang antara?bahkan untuk kentut pun kita tidak benar-benar berhak menyembunyikannya?
Sampai seberapa jauh seseorang bisa menerima orang lain apa adanya (benar-benar apa adanya,sampai ke pikiran-pikiran terkelamnya dan kegiatan-kegiatan terjoroknya)?Akankah kita memandangnya sebagai manusia yang sama begitu semuanya terungkap?bukankah ada hal-hal yang sebaiknya tidak diungkapkan?


pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab dan tidak perlu dijawab.more to come....

|PMS akut|


Sahabat saya bilang, saya sedang menderita stress pra-nikah (Pre-Marital Stress) agak akut. Gejalanya mudah ditebak menurutnya, saya semakin sering cemas, menanyakan pertanyaan aneh-aneh seputar filosofi hidup-cinta-mati, dan tidak jarang menjadi paranoid dan sedikit skeptis.
Saya terpaksa agak setuju dengan pendapat mbak cantik ini. Dalam beberapa aspek,diagnosisnya cukup 'kena'. Tapi rasanya beberapa minggu belakangan ini,penyakit aneh itu sudah semakin membaik (oke..oke..ngaku deh, saya memang sempet stress berat pasca saya dilamar,hihihih). Dengan kata lain, saya sudah semakin santai dan mencoba enjoy saja. Toh nggak ada yang perlu dikhawatirkan lagi sebenarnya..laki-laki yang saya pilih atas kesadaran saya sendiri ini adalah laki-laki yang sungguh saya cintai.
so what's the fuss is really all about, lady?
Sebenernya saya juga nggak ngerti kenapa sampe mesti stress-stress dan parno-parnoan segala. Hal itu terjadi begitu aja tanpa saya sadari bahwa sedang mengalaminya (thanks to my beloved friend for the warning about that!)

Ada beberapa teori yang dibuat oleh teman-teman saya untuk mengatasi penyakit stress tersebut :

Teori 1 :
Setiap calon pengantin pasti mengalami yang namanya stress pra-nikah. derajatnya aja yang beda-beda. Namanya juga orang yang sedang akan menjalani suatu perubahan besar dalam idupnya, pasti ada nervesnya lah..jadi santai aja,jalanin aja
Teori 2 :
Saya Kebanyakan baca buku aneh-aneh. Stop pergi ke toko buku dan beli buku fiksi yang memuat kisah cinta yang jelimet (sahabat saya ini paling tau saya paling suka cerita cinta tidak happy-end dan paling suka mikirin detil2 tentang buku yang saya baca sampai ke alam mimpi)
Teori 3 :
jangan kebanyakan dengerin curhatan orang-orang dengan problematika cinta yang aneh-aneh. Sedikit banyak bisa nambah-nambahin beban pikiran. Tunggu aja dulu sampe kelar nikah, baru jadi 'tong sampah' lagi..huhuhuh
Teori4 :
jangan sok perfek pas lagi nyiap2in buat acara nikah. Jangan semuanya mau dipikirin n diselesein sendiri. Minta tolong sama orang-orang terdekat yang bisa dan mau ngebantuin.
Teori5 :
stop berharap bahwa dengan menikah, segala sesuatunya tentang hidup akan menjadi sempurna


hmmm...mudah-mudahan bisa berhasil saran dari jeng-jeng... semoga saya bisa melalui cobaan ini dengan baik...

my room, 11:21 pm